
Perempuan di sektor informal Indonesia telah lama menjadi tulang punggung tak terlihat dari roda ekonomi bangsa. Mereka bekerja tanpa henti, menggerakkan berbagai sektor penting seperti pertanian, perdagangan kecil, hingga pekerjaan rumah tangga. Namun, di balik kontribusi mereka yang luar biasa, ada realita pahit yang terus menghantui: kerentanan. Ya, perempuan-perempuan ini sering kali terjebak dalam ketidakpastian, bekerja tanpa jaminan sosial, tunjangan kesehatan, atau perlindungan yang seharusnya mereka dapatkan sebagai pekerja. Kondisi ini membuat mereka masuk dalam kategori precarious workers, atau pekerja rentan, yang terjebak dalam siklus eksploitasi ekonomi.
Fenomena Precarious Workers: Lupakan Hak-Hak Dasar!
Bayangkan, ribuan perempuan di Indonesia bekerja setiap hari tanpa tahu apakah mereka akan mendapatkan kompensasi yang layak jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mereka tidak memiliki akses ke jaminan sosial, tidak ada tunjangan kesehatan, apalagi perlindungan saat hamil atau melahirkan. Setiap hari mereka bekerja seakan berada di atas jembatan rapuh yang bisa runtuh kapan saja, tanpa ada jaring pengaman yang melindungi mereka.
Di sektor formal, mungkin ada beberapa yang lebih beruntung. Namun, sektor informal? Inilah wilayah di mana hukum dan perlindungan sering kali kabur. Perempuan di sektor ini tidak hanya menghadapi risiko finansial, tetapi juga terancam kehilangan hak-hak dasar sebagai pekerja dan manusia. Mereka bekerja tanpa kepastian, tanpa jaminan.
Realita di Lapangan: Perempuan yang Tak Terlihat
Lihatlah realita sehari-hari. Dari pagi hingga petang, di pasar-pasar tradisional, ladang-ladang kecil, atau rumah-rumah kaya, perempuan bekerja keras. Mereka ada di mana-mana, namun ironisnya, mereka tidak terlihat dalam statistik ketenagakerjaan resmi. Menurut data Badan Pusat Statistik, sekitar 60% dari tenaga kerja perempuan di Indonesia berada di sektor informal. Angka ini menggarisbawahi bahwa perempuan memegang peran besar dalam roda ekonomi yang terus berputar, namun hampir tidak mendapatkan penghargaan atau perlindungan yang mereka butuhkan.
Sebagai contoh, seorang ibu yang bekerja sebagai penjual sayur di pasar mungkin menghasilkan pendapatan yang cukup untuk keluarganya, namun apa yang terjadi jika ia jatuh sakit? Siapa yang akan melindunginya? Tidak ada jaminan kesehatan yang bisa ia klaim. Tidak ada asuransi kecelakaan. Tidak ada cuti sakit. Ia akan terus bekerja dalam kondisi apapun karena hidupnya bergantung pada penghasilan harian.
Tantangan Sektor Informal: Risiko dan Ketidakpastian
Risiko terbesar yang dihadapi perempuan di sektor informal adalah ketidakpastian. Mereka tidak tahu kapan akan kehilangan pekerjaan, berapa banyak yang akan mereka hasilkan setiap harinya, dan yang lebih menakutkan, tidak ada yang melindungi mereka ketika hal buruk terjadi. Mereka juga lebih rentan terhadap eksploitasi, upah yang rendah, dan jam kerja yang tidak menentu.
Bahkan di masa pandemi, pekerja sektor informal mengalami pukulan terberat. Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan tanpa ada jaminan keuangan. Mereka adalah kelompok yang paling pertama terpukul, namun yang terakhir mendapatkan bantuan.
Solusi: Apakah Negara Mendengarkan?
Ini adalah momen kritis bagi pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan. Skema perlindungan sosial yang ada saat ini jelas-jelas tidak mencakup pekerja sektor informal, terutama perempuan. Kita perlu segera menghadirkan solusi yang konkret, bukan sekadar janji politik. Ada beberapa langkah yang harus diambil segera:
- Jaminan Sosial untuk Pekerja Informal
Pemerintah harus mulai memperluas skema jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan kepada pekerja sektor informal, dengan skema kontribusi yang disesuaikan. Dengan demikian, perempuan di sektor ini memiliki akses ke jaminan kesehatan dan keamanan kerja, sehingga mereka tidak lagi bekerja dalam ketakutan. - Peraturan Perlindungan Kerja yang Inklusif
Negara perlu menciptakan peraturan yang lebih ketat dan inklusif bagi pekerja informal, terutama untuk melindungi hak-hak perempuan yang rentan terhadap eksploitasi. Ini termasuk hak untuk mendapatkan cuti melahirkan, waktu kerja yang layak, dan upah yang sesuai dengan standar minimum. - Kolaborasi dengan Sektor Swasta
Tidak hanya pemerintah, sektor swasta juga memiliki peran penting dalam memberikan perlindungan bagi pekerja informal. Mereka dapat menciptakan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang fokus pada perlindungan pekerja perempuan di sektor informal, seperti penyediaan asuransi mikro atau akses ke fasilitas kesehatan. - Pelatihan dan Akses Pendidikan Non-Formal
Salah satu cara untuk memberdayakan perempuan di sektor informal adalah dengan memberikan akses pelatihan dan pendidikan non-formal yang dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan baru. Dengan keterampilan yang lebih baik, mereka dapat mengakses peluang kerja yang lebih layak dan aman.

Mengakhiri Siklus Eksploitasi
Perempuan di sektor informal tidak boleh lagi menjadi korban dari sistem yang tidak memberikan perlindungan. Mereka adalah pahlawan ekonomi yang tak terlihat, dan sudah saatnya kita memberikan penghargaan yang pantas bagi mereka. Negara harus hadir dan memberikan jaminan yang konkret agar mereka dapat bekerja dengan aman dan terlindungi.
Jika tidak sekarang, kapan lagi? Setiap hari yang berlalu tanpa ada tindakan berarti adalah hari di mana ribuan perempuan di sektor informal terus bekerja dengan ketidakpastian. Mereka layak mendapatkan lebih dari sekadar upah harian. Mereka layak mendapatkan masa depan yang aman dan perlindungan sosial yang nyata.