Tahun 2035. Dunia kerja sudah jauh berubah: kantor-kantor fisik menyatu dengan ruang virtual, rapat berlangsung di ruang metaverse, dan data mengalir nyaris tanpa jeda di antara perangkat dan manusia. Namun satu hal ternyata tidak berubah: organisasi tetap membutuhkan kejelasan wewenang—siapa berhak memutuskan apa, siapa boleh memerintah siapa, dan mengapa orang lain mau mengikutinya.

Di kota futuristik bernama Nova Jaya, tiga organisasi berbeda tengah menghadapi persoalan yang sebenarnya sama: kebingungan tentang wewenang dan kekuasaan. Cerita ini membawa kita masuk ke keseharian mereka.


Raka dan Start-Up NebulaWorks: Antara Wewenang dan Power

NebulaWorks adalah start-up teknologi kebanggaan Nova Jaya. Kantornya penuh layar holografik, wearable device, dan meja-meja kerja fleksibel. Di dinding, terpampang slogan:

“Move Fast, Build Future.”

Di balik semua itu ada sosok yang karismatik: Raka, sang pendiri. Ia cerdas, visioner, dan punya kemampuan pitching yang membuat investor terpukau. Karena membangun NebulaWorks dari nol, Raka merasa sangat menyatu dengan setiap keputusan di perusahaan.

Secara struktur formal, NebulaWorks sudah rapi. Di dashboard internal, setiap karyawan bisa melihat bagan organisasi:

  • Raka – CEO
  • Mira – Manajer Produk
  • Aldi – Manajer Penjualan
  • Di bawah mereka, tim programmer, desainer, dan sales tersebar dalam beberapa squad.

Di atas kertas, jelas: wewenang lini untuk mengarahkan pekerjaan sehari-hari tim ada di tangan Mira dan Aldi. Mereka yang seharusnya memberi perintah, membagi pekerjaan, dan memutuskan prioritas. Itulah wewenang (authority): hak formal karena jabatan.

Namun, teknologi masa depan punya satu efek samping: semua orang selalu terhubung. NebulaWorks memiliki satu grup komunikasi internal bernama “Core Nebula”. Di sinilah masalahnya mulai muncul.

Suatu pagi, Mira membuka laptopnya. Notifikasi membanjiri layar:

Raka: “Tim backend, tolong prioritas hari ini pindahkan ke fitur RealTime Insight. Ini penting untuk klien besar.”

Raka: “Tim sales, jangan dulu tawarkan paket basic, fokus jual enterprise.”

Mira terdiam. Semalam, ia dan Aldi baru menyepakati prioritas sprint minggu ini: memperkuat stabilitas aplikasi sebelum menambah fitur baru. Tim sudah menyusun jadwal, timeline dan milestone.

Di sisi lain kantor, para programmer juga kebingungan. Di ruang kerja virtual mereka, terlihat dua task list yang bertabrakan: satu dari Mira, satu dari Raka.

“Ini kita ikut instruksi siapa?” tanya seorang programmer, Aji.
“Kalau ikut Bu Mira, sprint-nya aman. Tapi kalau nggak ikut Raka, takutnya nanti dimarahi di grup,” jawab rekannya.

Kejadian seperti ini berulang. Secara struktur formal, wewenang mengelola pekerjaan harian tim ada di tangan manajer. Namun secara kekuasaan (power), Raka jauh lebih kuat. Ia punya power karena:

  • Jabatan: CEO dan founder
  • Karisma: semua orang mengaguminya
  • Akses informasi dan investor: ia tahu apa yang dibicarakan klien besar

Kombinasi ini membuat pesan Raka di grup sering dianggap “lebih penting” daripada instruksi manajer. Hasilnya?

  • Manajer merasa wewenangnya dilompati.
  • Programmer bingung siapa yang menjadi rujukan utama.
  • Proyek molor karena prioritas sering berubah mengikuti obrolan WhatsApp dan chat cepat dari Raka.

Di rapat evaluasi bulanan, HR menunjukkan data mengejutkan: meski jam lembur tinggi, delivery fitur sering terlambat dan ada keluhan burnout. Di feedback anonim, ada satu kalimat yang paling sering muncul:

“Tolong jelaskan, siapa sebenarnya yang punya hak memutuskan prioritas kerja harian kami?”

Raka, yang duduk di ujung meja, mengernyit. “Bukannya sudah jelas? Ada manajer produk, ada manajer penjualan,” katanya.

Mira menatap layar holo pelan. “Di bagan, iya. Tapi di chat, semua instruksi datang langsung dari Mas Raka. Tim jadi bingung. Wewenang formal kami ada, tapi power ada di Mas Raka.”

Di titik inilah Raka mulai menyadari:
Ia punya power yang besar, tetapi cara ia menggunakannya justru mengganggu wewenang formal yang sudah dibagikan. Ia bukan hanya CEO, ia juga “pemain belakang layar” yang terlalu dominan.

Di organisasi masa depan yang serba cepat, garis antara authority dan power bisa kabur. Tapi ketika authority diabaikan dan power menguasai segala arah, pengorganisasian menjadi kacau.


Sinta dan AuroraMart: Ketika Teori Formal Bertemu Teori Penerimaan

Beberapa kilometer dari kantor NebulaWorks, berdiri jaringan ritel modern bernama AuroraMart. Toko-tokonya tersebar di berbagai sudut kota, dengan kasir otomatis dan sistem stok yang terhubung langsung ke gudang pusat.

Di salah satu cabangnya, sebuah perubahan baru saja terjadi. Manajer lama dipromosikan, dan Sinta masuk sebagai manajer toko baru. Di dashboard HR, jabatannya tercantum jelas. Di struktur organisasi, ia berada di posisi puncak cabang.

Menurut teori formal, itu sudah cukup:
Wewenang Sinta datang dari struktur hierarkis:

Head Office → Regional Manager → Sinta (Manajer Toko) → Supervisor → Karyawan

Artinya, ketika Sinta memberi perintah, secara formal karyawan wajib patuh. Namun, teori formal bukan satu-satunya kacamata untuk memahami wewenang.

Sinta datang dengan semangat tinggi. Dari tablet-nya, ia mengakses semua data penjualan cabang: produk yang paling laku, jam ramai pelanggan, dan tingkat shrinkage barang. Ia menyimpulkan: “Toko ini bisa jauh lebih baik kalau lebih disiplin.”

Dalam beberapa hari pertama, Sinta mengirim serangkaian memo digital:

  • Mengubah jadwal shift pegawai.
  • Mengatur ulang display produk.
  • Menetapkan target penjualan harian yang lebih tinggi.

Ia menulis semuanya dalam bahasa yang formal dan tegas, lalu mengunggah memo itu ke sistem internal. Di kepalanya, ini adalah langkah logis: ia punya wewenang formal sebagai manajer.

Namun, di ruang istirahat toko, percakapan yang berbeda muncul.

“Jadwal baru ini nggak lihat kondisi kita sama sekali,” keluh salah satu kasir.
“Benar. Dia baru datang, sudah ubah semuanya, tapi nggak pernah tanya dulu,” sambung yang lain.
“Aku sih nunggu saja. Kalau nggak cocok, ya balik lagi ke cara lama,” kata seorang stock keeper santai.

Secara perlahan, Sinta menyadari sesuatu:

  • Aturannya banyak yang tidak dijalankan.
  • Karyawan sering “lupa” dengan jadwal baru dan kembali ke pola lama.
  • Komentar sinis bermunculan: “Dia baru datang, belum ngerti lapangan.”

Di sini, masuklah teori penerimaan (acceptance theory).
Menurut Barnard, wewenang baru benar-benar efektif jika:

  1. Bawahan memahami perintah.
  2. Perintah tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
  3. Perintah tidak merugikan kepentingan pribadi secara serius.
  4. Bawahan merasa mampu melaksanakannya.

Pada Sinta, beberapa poin ini tidak terpenuhi:

  • Karyawan tidak benar-benar paham mengapa perubahan dibuat.
  • Mereka merasa jadwal baru merugikan kenyamanan pribadi (misalnya jam pulang, ritme kerja).
  • Target penjualan yang naik drastis dianggap tidak realistis.

Secara formal, Sinta berhak memerintah.
Namun secara penerimaan, wewenangnya belum diakui karyawan.
Di sinilah terlihat bahwa wewenang tanpa penerimaan hanya menjadi teks di memo, bukan aksi di lapangan.

Setelah beberapa minggu penuh frustrasi, Sinta mendapat undangan rapat evaluasi dari Regional Manager. Di ruang rapat virtual, grafik kehadiran dan penjualan cabang muncul di udara:

  • Angka kehadiran menurun.
  • Beberapa indikator semangat kerja (dari pulse survey) menurun.
  • Target tidak tercapai, meski aturan baru sudah diumumkan.

“Secara struktur, kamu manajer. Tapi di toko, kamu belum benar-benar ‘menjadi’ manajer di mata tim,” kata Regional Manager pelan.

Kata-kata itu menampar Sinta. Ia mulai memikirkan pendekatan berbeda. Alih-alih sekadar mengirim memo, ia mengumpulkan karyawan dalam satu pertemuan singkat.

“Teman-teman,” katanya, “saya sadar mungkin selama ini saya terlalu banyak mengubah tanpa mendengar. Hari ini, saya ingin kita bicara dua arah. Saya akan jelaskan kenapa perubahan ini penting, lalu saya ingin mendengar pendapat kalian.”

Di pertemuan itu, karyawan mengungkapkan kekhawatiran mereka: jam shift yang bentrok dengan sekolah anak, display baru yang menyulitkan mereka mengisi ulang barang, dan target penjualan yang tidak memperhitungkan pola pembeli di lingkungan sekitar.

Pertemuan itu tidak langsung menyelesaikan masalah, tapi satu hal penting terjadi:
proses penerimaan wewenang mulai berjalan. Sinta belajar bahwa di era organisasi modern, tidak cukup hanya memegang jabatan; ia perlu mendapatkan trust dan buy-in dari tim.


Rumah Sakit Aurora: Lini, Staf, dan Wewenang Fungsional

Tak jauh dari AuroraMart berdiri sebuah rumah sakit canggih bernama Aurora Medical Center. Di lobi utamanya, layar besar menampilkan kondisi pasien, jadwal operasi, dan indikator keselamatan pasien secara real time.

Struktur organisasi rumah sakit ini tampak kompleks, tetapi secara garis besar:

  • Direktur Medis memegang wewenang lini terhadap seluruh kepala instalasi: IGD, rawat inap, poli, dan unit penunjang.
  • Bagian SDM memegang wewenang staf, memberi saran seputar penjadwalan, rekrutmen, dan pelatihan.
  • Komite Mutu & Keselamatan Pasien memegang wewenang fungsional, yang berfokus pada standar keselamatan dan kualitas layanan.

Suatu hari, terjadi insiden kecil di IGD. Sebuah alat pemantau vital pasien menunjukkan gangguan fungsi. Walau belum menimbulkan efek fatal, Komite Mutu melakukan audit cepat. Dari hasil pengecekan data, ditemukan bahwa alat tersebut punya error rate lebih tinggi dari standar keselamatan.

Dalam rapat tertutup, Komite Mutu memutuskan:

“Untuk sementara, alat ini harus dihentikan penggunaannya sampai ada pemeriksaan teknis menyeluruh.”

Keputusan itu dikirim ke seluruh kepala instalasi, termasuk Kepala Instalasi IGD, dr. Bima. Begitu membaca pesan itu, Bima langsung bereaksi.

“Ini IGD, bukan ruang percobaan,” gerutunya. “Kalau alat ini dihentikan, kita repot. Dan siapa Komite Mutu tiba-tiba memerintah IGD? Saya hanya tunduk pada Direktur Medis.”

Di sini, Bima melihat dunia dari kacamata wewenang lini:
Direktur Medis → Kepala Instalasi → Dokter dan Perawat.
Baginya, instruksi langsung yang mengubah operasi IGD harus datang dari atasannya di lini, bukan dari komite lain.

Namun, di sisi lain, Komite Mutu memegang wewenang fungsional yang memang dirancang untuk bisa “menembus” lini. Dalam hal keselamatan pasien, mereka berwenang menetapkan standar, meminta perbaikan, bahkan menghentikan prosedur atau penggunaan alat jika dianggap berisiko.

Melihat ketegangan ini, Direktur Medis memutuskan memanggil Bima dan perwakilan Komite Mutu dalam satu rapat tatap muka.

Di ruang rapat, di atas meja digital, direktur menggambar skema sederhana:

  • “Bima, kamu di sini,” ia menunjuk garis rantai komando IGD.
  • “Komite Mutu di sini,” ia menggambar garis lain yang memotong jalur lini pada area “Keselamatan Pasien.”

“Bima,” kata Direktur, “dalam hal operasi harian IGD, kamu punya wewenang lini. Tapi dalam hal standar keselamatan, Komite Mutu punya wewenang fungsional yang harus didengar. Mereka tidak mengambil alih IGD, tapi memastikan semua berjalan dalam batas aman.”

Bima terdiam. Selama ini, ia menganggap semua instruksi harus datang dari Direktur. Ia tidak menyadari bahwa ada wewenang lain yang berdiri di samping, bukan di bawah jalur komando.

“Jika mereka menghentikan alat tanpa koordinasi, wajar kamu kaget,” lanjut Direktur. “Tapi secara struktur, mereka punya hak untuk menghentikan penggunaan alat berisiko. Tugas kita adalah mencari solusi: alat cadangan, SOP baru, atau perbaikan cepat.”

Pertemuan itu menjadi titik balik. Bima mulai memahami bahwa:

  • Wewenang lini sangat penting untuk kendali operasional.
  • Wewenang staf (SDM, keuangan, dsb.) penting untuk mendukung kelancaran fungsi.
  • Wewenang fungsional wajib dihormati dalam area tertentu, terutama keselamatan dan mutu.

Dalam organisasi kompleks seperti rumah sakit masa depan, perbedaan jenis wewenang bukan sekadar teori di buku, tetapi peta jalan agar tidak terjadi kecelakaan keputusan.


Belajar Wewenang dari Masa Depan

Di kota Nova Jaya, tiga cerita tadi terjadi dalam waktu hampir bersamaan:

  • NebulaWorks belajar bahwa power yang besar tanpa menghormati wewenang formal manajer akan mengacaukan struktur.
  • AuroraMart belajar bahwa wewenang formal manajer toko perlu didukung oleh penerimaan karyawan agar perintah benar-benar berjalan.
  • Aurora Medical Center belajar membedakan dan menjembatani wewenang lini, staf, dan fungsional agar keselamatan pasien tidak dikorbankan oleh ego struktur.

Mungkin teknologinya futuristik, gedungnya serba kaca dan holografik, tetapi persoalan dasarnya tetap relevan hari ini:

“Apakah kita benar-benar memahami siapa berhak memutuskan apa, dan mengapa orang lain bersedia mengikutinya?”


Pertanyaan Reflektif (untuk Mahasiswa / Pembaca)

Berdasarkan tiga cerita di atas, jelaskan dengan kata-katamu sendiri apa yang dimaksud dengan wewenang dalam organisasi, dan bagaimana ketidaktepatan penggunaan wewenang (baik karena power yang berlebihan, tidak adanya penerimaan, atau salah memahami jenis wewenang) dapat mengganggu proses pengorganisasian? TIDAK BOLEH ADA YANG COPY SAMA (Copy paste/sama=NILAI NOL)

Pertemuan 9_Selasa

NoNamaNilai (Skala 100)
1Jensen Aldiano97
2Nadia Safira97
3Rajib muhammad latif97
4Asyila naila alifah97
5Margareta Veronika Simalango93
6Elga A93
7Fauziah Nur Mutmainah93
8Fani Anggraini Safitri Aningsih93
9khaliza fathia achmad93
10Faaruq Khodafi93
11Syabrina Raisya Kumala Dewa93
12Nabila Salsabila93
13vita putri90
14Jeanny Olivia90
15Rico Damara90
16Farhan Hidayat90
17ngisomudin87
18Intan Nuraeni (64251588)87
19Saskia Putri*87
20azahra nanda aulia87
21Muhammad Okan Khadafi87
22Cut Desi87
23Nayla Tsabitha Damayanti87
24Sahla Nabil87
25Muhammad Rahman Hidayat83
26Nabilla Marsya83
27Yosua Natanael Pardomuan Simbolon83
28Najwa Aulia83
29Andinna Deswita80
30Alsyafhan Dani Ramadhan80
31MUHAMMAD RIDHO77
32Chacha Marshanda47

Pertemuan 9_Rabu Siang

NoNamaNilai
1Natasya Zulaika Irrayya97
2aditya tirtana A. 6325112293
3Dimas Aji Triyanto_64251834 Triyanto90
4aurellie-6425110793
5Auliya Diyah Sekararum93
6Muhammad Habibi Fadilah93
7Latifah Attazkiyyah87
8Rizka Amelia90
9chelsea imaniat p. zega93
10Bunga Pratiwi100
11Nayla Mozza A100
12saifa rahma azzahra97
13ADELA PUTRI 6425151593
1464251091_Miko Rafael H100
15Wanda Ayu Rizkiani97
16najwa amalia saleha93
17Meitha Sofiani Faradila93
18intan nur ainii100
19Nabillah Nur Khadijah_6425133490
2064251531-Alifa Windu Cahyani83
21Louisa Sukma Sandriyan100
22Chairani Syarif87
2364251867_Tyan Adhi Tritama93
24Yoga Pangestu 64251239100
2564251049 Muhammad Dicky Raihan100
26MAYA S.R SIMANJUNTAK**93
27ZAZKIA EKA PRATIWI – 64251249*100
28Jelita Wahyu Ningsih100
29Dianwahyu Septiasari97
30muhamad zaki mirza97
3164251592_Muhammad Rusdiawan90
32Anita Inna Marsela100
3364251216_Reifan Noval Fadillah97
34Shinta nuraini 6425165090
35yullia hasbita100
36Nazwa Amelia77
37Dwi Anggrayni*93
3864251079_Olyvia Ramadhani97
3964251614_Muhammad Ariq Fattah87
40Muhamad Alfakhri87
41Dini cahaya indah Putri_6425118497
42Shafaranti Cahya Utami 64250720_Manajemen 1D87
43Sukkayinah 64251545**83
44Asila Kirani Zalfatisna97
45Maria Aurelia*90
46Deswita zahra_6425164197
47Ardhia pratiwi87
48Sultan Dewantara90
49Fitriyyatul Azzizah90
50Shalma Fhaddillah Sunari77
51Reihan Chandra83
52Annastasya Maulia Juniart90
53nadjwa laura adinda97
5464251568 Clift77
55fiola amanda80
56sirin ruwayda77
5764251473 alifa rizky ardianti83
58Raisah fauziah*67
59pinkan permata surgani-6425122097
60Keysia Ollivia Febrianti97
61ayudia putri80
62Kafka Diva83
63Karina Vega Azahra83
64APRILIA HARGENI87
65Salsabil Haura Sabrinna-6425130790
66Muhammad RyanSyah90
67Intan Nurul Aini93
6864251088_Defa Sandi Sanjaya73
69Ratna Agustina80
70Luthfiyah Wasilatun73
71widia asma fadilah*87
72Zaenal Ahyar77
73Aisyah Nurhasanah83
74syifa adelia mandasari-6425102583
7564251738_Aisha Khumaira Aulia83
76Raditya Chandrawinata_6425154177
77Viola Septiyanti Putri Suwanda80
78Rachel Elisabeth 6425112180
79Ilham Ramadhan_6425146380
80642151637-Debby Ramadhani83
81Sarah Aulia**77
82M.KHOIF BILLAH67
83AndiniNeri67
84salwa azzahra73
85Ashila wahyu67
8664251027_Oktavia Rahmadani Arianto67
87Devina Ayu Naysila67
88Aisyah67
89Desi Nur Aulia Putri63
90dzakwan rendrahadi50
91Fernando Wijaya63
92Aditya Ananda40
93Khoirunnisa Ramadhanti57
94Chanda Wardana50
95Muhammad Raihan Putra Laksono57
96Alfarizky Alfarizky37
97muhammad dafaridza-6425110633
98Rizky Firdaus ramadhan 6425132350
99Rivana Safitri30
10064251701 Gilbert Marfris30
101Maulinda Savitri43
102Steven Simamora43
103Febbry nur Fatihah27
104Muhammad Rizky Albiansyah Yuduf23
105Hafnan Fauzi27
106Rashya Aldino_6425124533
107Ratu ananda fauziah Nanda23
108Suci 64251299***20
109DAFA DWI RADJA17
110Alya Nakhwah Khasibah3
111Suci 64251299*3