🎓 “Terkadang, yang membuat program gagal bukanlah niat buruk—melainkan koordinasi yang buruk.”
Mahasiswa yang Sudah Siap, Tapi Tidak Berangkat
Di sebuah universitas negeri di Indonesia, antusiasme mahasiswa sedang tinggi.
Mereka baru saja lolos seleksi Program Kampus Merdeka, dan sebentar lagi akan berangkat magang ke perusahaan nasional.
Mahasiswa (sebagai subjek utama) sudah mengurus segala keperluan, mulai dari berkas, izin dosen pembimbing, hingga transportasi.
Namun di hari keberangkatan, muncul kabar mengejutkan:
“Surat persetujuan dari fakultas belum keluar. Laporan administrasi tidak bisa diproses.”
Hasilnya: mahasiswa gagal berangkat, padahal semua sudah siap.
Bukan karena kesalahan pribadi, melainkan karena sistem koordinasi yang tidak sinkron antar pihak — fakultas, dosen pembimbing, dan biro akademik.
Di Balik Layar — Ketika Tujuan Tidak Lagi Sama
Kasus ini mencerminkan teori klasik Lawrence & Lorsch tentang hambatan koordinasi.
Mereka menyebut bahwa organisasi sering gagal bukan karena sumber daya yang kurang,
tetapi karena perbedaan orientasi antar unit kerja.
Mari kita lihat bagaimana hal itu terjadi di kampus ini:
| Jenis Perbedaan | Penjelasan dalam Kasus | Contoh Nyata |
|---|---|---|
| Orientasi tujuan | Setiap pihak punya fokus berbeda. | Fakultas ingin menjaga kualitas akademik, sedangkan Biro Akademik hanya fokus pada prosedur administratif. |
| Orientasi waktu | Ritme kerja tidak selaras. | Mahasiswa butuh keputusan cepat, biro berjalan lambat karena sistem manual. |
| Orientasi formalitas | Tingkat fleksibilitas berbeda. | Fakultas bersikap adaptif, biro tetap kaku dengan aturan baku. |
| Orientasi hubungan antarindividu | Kurangnya komunikasi lintas unit. | Tidak ada forum yang mempertemukan pihak fakultas dan biro akademik untuk menyamakan persepsi. |
Di sini terlihat jelas bahwa subjeknya adalah para pihak internal kampus,
objeknya adalah proses persetujuan magang,
predikatnya adalah “terhambat”,
dan keterangannya adalah “karena perbedaan orientasi dan kurangnya komunikasi.”
Dampak yang Tak Terduga
Kegagalan koordinasi ini membawa dampak ganda.
Secara administratif, mahasiswa kehilangan kesempatan magang.
Secara reputasi, kepercayaan terhadap sistem kampus menurun.
“Kami sudah siap magang, tapi kampus belum siap memberangkatkan kami,”
— komentar seorang mahasiswa dalam survei pasca-kejadian.
Dari sisi manajemen pendidikan, ini adalah sinyal bahaya.
Kampus seharusnya menjadi ruang sinergi, bukan labirin birokrasi.
Ketika koordinasi gagal, setiap divisi merasa benar sendiri — dan itulah awal dari disfungsi organisasi.
Menemukan Akar Masalah
Mari kita jabarkan kembali empat akar masalah koordinasi berdasarkan teori Lawrence & Lorsch —
dengan bahasa sederhana dan relevan bagi dunia kampus:
1️⃣ Tujuan yang berbeda
Fakultas ingin memastikan kualitas akademik (kualitas diutamakan), sedangkan biro akademik ingin semua dokumen sesuai aturan (prosedur diutamakan).
Dua tujuan yang baik — tetapi tanpa koordinasi, bisa saling meniadakan.
2️⃣ Waktu yang tidak sinkron
Mahasiswa berpacu dengan jadwal magang perusahaan yang ketat, sementara biro kampus masih menunggu “tanda tangan” manual.
Kecepatan di satu pihak tidak berarti apa-apa jika pihak lain melambatkan sistem.
3️⃣ Formalitas yang berlebihan
Fakultas bisa memahami kondisi mahasiswa, tapi biro akademik tidak mau melanggar format dokumen.
Akibatnya, fleksibilitas hilang, dan hasilnya: semua menjadi kaku, lambat, dan kehilangan makna.
4️⃣ Hubungan antarindividu yang lemah
Tidak ada forum komunikasi reguler antara fakultas dan biro.
Semua bekerja di ruang sendiri, tanpa jembatan kolaborasi.
Jalan Keluar — Membangun Irama Bersama
Dari kegagalan inilah muncul tiga langkah pembelajaran penting:
- Bentuk Tim Lintas Unit (Task Force)
Satukan dosen, biro, dan perwakilan fakultas dalam satu ruang koordinasi.
Tidak semua masalah bisa diselesaikan lewat surat—kadang perlu tatap muka. - Susun SOP Terpadu
Jangan biarkan prosedur fakultas dan biro saling bertabrakan.
SOP yang menyatu dapat membuat proses akademik dan administratif berjalan paralel, bukan berurutan. - Gunakan Sistem Informasi Terintegrasi
Jadikan teknologi sebagai jembatan, bukan sekadar alat.
Dashboard digital yang menampilkan status berkas dapat memangkas waktu komunikasi hingga 70%.
Akhir Cerita — Ketika Koordinasi Akhirnya Terbangun
Setelah kejadian itu, pihak universitas melakukan perbaikan besar:
- Membentuk Komite Koordinasi Kampus Merdeka yang terdiri dari fakultas, biro akademik, dan perwakilan mahasiswa.
- Menetapkan SOP lintas unit yang mempercepat proses persetujuan.
- Menggunakan sistem e-approval digital, di mana dokumen bisa ditandatangani secara online.
Hasilnya?
Mahasiswa kini bisa mengurus izin magang hanya dalam dua hari, bukan dua minggu.
Dan yang lebih penting: kepercayaan terhadap sistem kampus kembali pulih.
Pelajaran yang Dapat Kita Ambil
“Koordinasi bukan tentang siapa yang bekerja paling cepat,
tapi tentang bagaimana semua bekerja dalam tempo yang sama.”
Kasus Program Kampus Merdeka memberi kita pesan penting:
- Koordinasi yang gagal bisa menghentikan niat baik.
- Komunikasi yang lemah bisa menggagalkan tujuan besar.
- Dan sistem yang tidak sinkron bisa membuat semua kerja keras menjadi sia-sia.
Namun, dengan komitmen bersama, komunikasi terbuka, dan struktur yang terintegrasi,
koordinasi bukan lagi hambatan, melainkan kekuatan organisasi.
Materi (3/5)
Rabu Pagi_P6
| No | Nama | Skor_100 |
| 1 | Rizkya rachmaliana | 100 |
| 2 | Adinda Dwi Novita | 100 |
| 3 | 64251928 SALWA NAFINGA | 100 |
| 4 | sindi meyola br sembiring | 100 |
| 5 | Cut Zalianti | 96 |
| 6 | Khansa Prayudati Fathinah | 92 |
| 7 | naysilla azzahra | 85 |
| 8 | Rahmad Riskianto (64252084) | 85 |
| 9 | Nayla Fitri Zaskia -64252173 | 85 |
| 10 | Deswita Aisyah | 81 |
| 11 | Dewi Agustine Prabowo | 77 |
| 12 | Rashika zakia Zahra | 77 |
| 13 | Gendis Ayu Larasati | 65 |
| 14 | Jevika Berek | 62 |
| 15 | Syalwa Wibowo | 62 |
| 16 | Febby Afrawati Sahidu | 58 |
| 17 | Regita Lestari | 58 |
| 18 | Reza Adhitya Pratama Putra NIM 64252009 | 42 |
| 19 | nadin jania (64252117) | 38 |
| 20 | Anisa | 38 |
| 21 | Faisal Hilmi | 35 |
| 22 | fathir nur ramadhan | 19 |
| 23 | Anggit Setiawan | 15 |