
Di Indonesia, sapi bukan sekadar hewan ternak. Mereka merupakan simbol budaya, identitas lokal, dan bagian penting dari ekosistem pertanian di kepulauan tropis. Dari sapi Bali, hasil domestikasi banteng liar, hingga sapi Madura, yang dikenal unik dan berperan dalam ritual budaya, setiap ras memiliki cerita sejarah, adaptasi lingkungan, dan keistimewaan genetik tersendiri.
Namun, hingga saat ini, garis keturunan genetik sapi Indonesia masih sangat minim dipahami. Pertanyaan besar muncul: dari mana sebenarnya sapi-sapi ini berasal, bagaimana interaksi genetik antara zebu dan banteng terjadi, dan apakah ada potensi genetik yang dapat dimanfaatkan untuk tantangan global, seperti ketahanan penyakit atau produktivitas ternak di iklim tropis?
Sebuah studi kolaboratif yang dipimpin oleh University of Copenhagen dan IPB University telah mengungkap jawaban atas pertanyaan ini. Data genom lengkap pertama dari enam ras sapi lokal, termasuk sapi Bali, serta populasi sapi Madura, diterbitkan di jurnal Nature Communications pada 25 September 2025.
Garis Keturunan dan Migrasi Sapi di Nusantara
Peneliti pascadoktoral Sabhrina Gita Aninta menyebutkan bahwa sapi-sapi Indonesia kemungkinan besar tidak diperkenalkan dari India, meskipun pengaruh budaya dan perdagangan India cukup signifikan di era kerajaan Hindu-Buddha. Sebaliknya, sapi daratan Asia Tenggara tiba melalui dua gelombang migrasi berbeda: satu ke Sumatra dan satu lagi ke Jawa.
Penemuan ini mendefinisikan ulang sejarah pertanian dan perdagangan di Asia Tenggara awal Masehi. Bukti genetik menunjukkan bahwa Asia Tenggara memiliki konektivitas internal yang lebih kompleks daripada yang diyakini sebelumnya. Interaksi ini juga mencerminkan bagaimana manusia memindahkan hewan ternak untuk mendukung pertanian, perdagangan, dan kebutuhan budaya, membentuk populasi hibrida yang unik.
Hibrida Genetik yang Unik: Sapi Madura
Salah satu penemuan paling menarik adalah sapi Madura. Analisis genom menunjukkan bahwa sapi Madura memiliki hingga 36% keturunan banteng, menjadikannya hibrida unik antara zebu dan banteng. Dengan lebih dari 3,5 juta varian genetik baru yang sebelumnya tidak tercatat di dunia, sapi Madura memiliki keragaman genetik tertinggi di dunia.
Peneliti utama Rasmus Heller menekankan pentingnya temuan ini: “Sapi Madura membawa sumber daya genetik yang sangat berharga. Jika varian ini dikatalogkan dan dipahami fungsinya, kita bisa meningkatkan kualitas sapi di tempat lain menggunakan teknik pemuliaan modern.”
Potensi Solusi Global
Variasi genetik yang dimiliki sapi-sapi Indonesia memiliki potensi besar untuk menjawab masalah global, di antaranya:
- Ketahanan terhadap penyakit: Beberapa varian genetik mungkin membantu sapi lebih tahan terhadap penyakit tropis seperti lumpy skin disease atau mastitis.
- Produktivitas di iklim tropis: Gen tertentu dapat mendukung efisiensi pertumbuhan, produksi susu, dan kualitas daging di daerah dengan temperatur tinggi dan kelembapan tinggi.
- Pengurangan emisi gas rumah kaca: Gen yang terkait dengan metabolisme dan pencernaan rumen dapat digunakan untuk mengurangi emisi metana dari sapi, sehingga berdampak pada mitigasi perubahan iklim.
Dengan meningkatnya populasi sapi di daerah tropis untuk memenuhi permintaan global, pemanfaatan genetik ini bisa menjadi strategi berkelanjutan yang menggabungkan pertanian, lingkungan, dan ekonomi.
Meskipun temuan ini menjanjikan, sejumlah tantangan muncul. Pertama, penelitian genomik memerlukan biobank yang terkelola dengan baik, pengumpulan sampel yang representatif, dan analisis bioinformatika canggih. Kedua, adaptasi genetik harus diuji di berbagai lingkungan sebelum bisa diterapkan secara luas. Ketiga, ada pertimbangan etis dan budaya: sapi lokal tidak hanya sumber pangan, tetapi juga bagian dari identitas budaya. Pemuliaan dan modifikasi genetik harus memperhatikan nilai-nilai lokal dan konservasi ras asli.
Arkeogenetika dan Evolusi Sapi Indonesia
Data genom juga memberi wawasan baru tentang evolusi sapi di Nusantara. Sapi Bali, misalnya, merupakan domestikasi banteng liar, dengan genetika yang menunjukkan adaptasi kuat terhadap lingkungan pulau tropis. Sementara itu, sapi lokal lain menunjukkan interaksi genetik dengan zebu dari daratan Asia Tenggara. Penelitian ini mengungkap bagaimana migrasi manusia, perdagangan, dan domestikasi hewan membentuk populasi ternak yang adaptif dan hibrida, mencerminkan evolusi budaya dan biologis secara bersamaan.
Studi genetik ini menunjukkan bahwa sapi Indonesia adalah sumber daya biologis yang luar biasa, dengan potensi besar untuk meningkatkan ketahanan pangan, produktivitas ternak, dan mitigasi lingkungan di tingkat global. Hibrida seperti sapi Madura menawarkan keragaman genetik unik yang dapat dimanfaatkan secara strategis melalui pemuliaan modern.
Lebih luas, temuan ini menegaskan pentingnya penelitian lintas negara dan kolaborasi internasional dalam bidang genetika ternak. Data dari Indonesia kini memberi wawasan tentang sejarah domestikasi, adaptasi lingkungan, dan interaksi manusia-hewan yang membentuk genetika hewan di seluruh dunia.
Pemerintah, ilmuwan, dan peternak dapat bekerja sama untuk mengkatalogkan, melestarikan, dan memanfaatkan sumber daya genetik ini. Dengan pendekatan berkelanjutan, sapi Indonesia tidak hanya akan melayani kebutuhan domestik, tetapi juga memberi kontribusi signifikan terhadap permasalahan global terkait pangan, lingkungan, dan kesehatan hewan.