Jakarta, WARNAMEDIAONLINE – Revolusi kecerdasan buatan (AI) generatif kini tidak lagi didominasi oleh negara-negara maju. Data terbaru menunjukkan bahwa negara-negara berpenghasilan menengah menyumbang lebih dari 50% lalu lintas web AI generatif, menandakan adopsi teknologi ini semakin meluas.

Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, berada di persimpangan antara peluang besar dan tantangan signifikan dalam menghadapi revolusi AI.

AI dan Pasar Kerja Indonesia: Peluang atau Ancaman?

Di Amerika Latin dan Karibia, sekitar 1,7 juta pekerjaan diperkirakan dapat memperoleh manfaat dari AI. Namun, banyak pekerja dan perusahaan di wilayah tersebut masih menghadapi kendala, terutama terkait akses terhadap infrastruktur digital dan keterampilan teknologi. Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia.

Laporan dari Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa berbagai sektor seperti manufaktur, jasa, dan keuangan mulai mengadopsi AI untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, hal ini juga memunculkan kekhawatiran terkait potensi pengurangan tenaga kerja akibat otomatisasi.

“Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan AI untuk meningkatkan daya saing industri. Namun, kita harus memastikan tenaga kerja kita memiliki keterampilan yang diperlukan untuk beradaptasi,” ujar seorang pakar ekonomi digital dari Universitas Indonesia.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hanya sekitar 15% tenaga kerja di Indonesia yang memiliki keterampilan digital memadai, sementara sisanya masih menghadapi keterbatasan dalam mengakses pelatihan berbasis teknologi. Tanpa kebijakan yang tepat, AI berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi daripada memperkecilnya.

Tantangan Infrastruktur Digital: Kesenjangan Antara Kota dan Desa

Selain kesiapan tenaga kerja, tantangan utama lainnya adalah infrastruktur digital yang belum merata. Akses internet berkualitas tinggi masih terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, sementara daerah terpencil masih mengalami koneksi yang lambat dan mahal.

Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengindikasikan bahwa sekitar 30% wilayah di Indonesia masih memiliki akses internet terbatas, menghambat adopsi teknologi AI di sektor pendidikan, bisnis, dan industri.

Tanpa investasi yang signifikan dalam pengembangan jaringan 5G dan perluasan infrastruktur internet ke daerah-daerah tertinggal, kesenjangan digital akan semakin melebar, membatasi akses masyarakat terhadap manfaat AI.

Regulasi dan Kebijakan: Langkah Indonesia Menyikapi Revolusi AI

Pemerintah Indonesia telah menginisiasi Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 yang menargetkan lima sektor utama: kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, serta mobilitas dan kota cerdas.

AI Innovation

Namun, implementasi strategi ini dinilai masih lambat. Regulasi terkait penggunaan AI dalam ekonomi digital belum sepenuhnya jelas, terutama dalam hal perlindungan data, etika AI, dan dampaknya terhadap ketenagakerjaan.

“Kita memerlukan regulasi yang mendukung inovasi AI tanpa menghambat pertumbuhan industri. Jika kebijakan terlalu ketat, kita bisa kehilangan potensi besar dalam ekonomi digital,” kata seorang praktisi AI dari perusahaan startup teknologi di Jakarta.

Negara-negara seperti Singapura dan Tiongkok telah mengembangkan kebijakan progresif untuk mendukung pertumbuhan AI. Indonesia perlu segera mengejar ketertinggalan agar tetap kompetitif di kancah ekonomi digital global.

Langkah ke Depan: AI untuk Semua atau Hanya Segelintir?

Revolusi AI menawarkan banyak peluang bagi Indonesia. Namun, tanpa kebijakan inklusif, AI bisa memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta diperlukan untuk memastikan transformasi digital dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya mereka yang berada di kota besar dengan akses teknologi canggih.

Langkah konkret seperti peningkatan akses internet di daerah tertinggal, program pelatihan AI bagi tenaga kerja, serta regulasi yang mendukung inovasi dapat menjadi kunci untuk memastikan AI benar-benar menjadi alat yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, bukan sebaliknya.

Bagaimana Indonesia akan menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari revolusi AI? Baca selengkapnya di: http://wrld.bg/f2bM50UXWQ2