Warnamediaonline.com. Indonesia telah menghadapi berbagai guncangan ekonomi selama beberapa dekade terakhir, mulai dari Krisis Finansial Asia hingga pandemi global COVID-19. Di tengah ketidakpastian yang terus membayangi ekonomi global, Indonesia berupaya menjaga stabilitas ekonomi dengan mengelola beberapa pilar utama: nilai tukar rupiah, cadangan devisa, perdagangan internasional, dan inflasi.

Namun, dengan rupiah yang rentan terhadap fluktuasi global, banyak yang bertanya-tanya: bagaimana Indonesia dapat menjaga keseimbangan ekonominya? Apakah ancaman inflasi dan krisis nilai tukar akan menjatuhkan ekonomi Indonesia, atau justru membuka jalan bagi kebangkitan yang lebih kuat?

Nilai Tukar: Pilar yang Rentan Terhadap Guncangan Global

Nilai tukar rupiah adalah salah satu aspek ekonomi Indonesia yang paling sensitif terhadap perubahan eksternal. Ketika rupiah melemah, harga barang impor meningkat tajam, memicu inflasi yang merugikan daya beli masyarakat. Dalam kondisi ini, stabilitas rupiah menjadi tantangan yang besar bagi pemerintah. Untuk menjaga agar nilai tukar tidak terlalu bergejolak, cadangan devisa menjadi alat utama Bank Indonesia. Dengan cadangan devisa yang diproyeksikan mencapai USD 145,4 miliar pada 2024, Bank Indonesia dapat menstabilkan nilai tukar dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing. Ketika rupiah tertekan oleh ketidakpastian global, seperti kenaikan suku bunga AS atau perang dagang, cadangan devisa ini menjadi penyelamat.

Namun, penggunaan cadangan devisa memiliki batasan. Jika guncangan global terus terjadi, cadangan devisa bisa terkuras lebih cepat dari yang diperkirakan. Oleh karena itu, menjaga level cadangan yang cukup dan bijak dalam penggunaannya merupakan prioritas pemerintah untuk melindungi perekonomian.

Perdagangan Internasional: Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Selain menjaga nilai tukar, perdagangan internasional memainkan peran penting dalam menopang ekonomi Indonesia. Pada tahun 2023, Indonesia berhasil mencatat surplus perdagangan sebesar USD 27,9 miliar, berkat ekspor komoditas bernilai tambah tinggi seperti nikel. Surplus ini menjadi penopang utama neraca transaksi berjalan, yang memperkuat posisi ekonomi Indonesia di kancah global.

Namun, tidak bisa diabaikan bahwa ketergantungan pada impor bahan baku dan energi masih menjadi titik lemah. Ketika harga minyak dunia naik atau terjadi gangguan pada rantai pasokan global, Indonesia berisiko terkena dampaknya. Untuk mengatasi ketergantungan ini, strategi hilirisasi komoditas dan penguatan industri lokal menjadi solusi jangka panjang yang diupayakan pemerintah.

Inflasi: Ancaman yang Tak Bisa Diabaikan

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah inflasi. Pada 2023, inflasi di Indonesia mencapai 5,81%, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk depresiasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar serta listrik yang diatur pemerintah.

Depresiasi rupiah sebesar 1% diperkirakan bisa meningkatkan inflasi hingga 0,4%, terutama pada barang-barang impor seperti pangan dan energi. Ini berarti, semakin lemah rupiah, semakin tinggi tekanan inflasi yang dirasakan masyarakat. Selain itu, harga-harga yang diatur pemerintah juga berpotensi menambah beban inflasi jika terjadi penyesuaian harga. Untuk menjaga inflasi tetap dalam kisaran target, Bank Indonesia harus bertindak cepat dengan kebijakan moneter yang tanggap. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi, sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar. Intervensi yang cepat dan tepat waktu sangat penting untuk mencegah inflasi keluar dari kendali.

Apakah Indonesia Hanya Akan Bertahan atau Justru Melawan?

Indonesia telah membuktikan ketangguhannya dalam menghadapi berbagai guncangan ekonomi global. Pengelolaan yang cermat terhadap nilai tukar, cadangan devisa, perdagangan internasional, dan inflasi menjadi kunci keberhasilan stabilitas ekonomi nasional. Namun, tantangan masih ada dan bahkan bisa semakin kompleks.

Ketidakpastian global, seperti fluktuasi harga komoditas dan kebijakan perdagangan internasional, akan terus memengaruhi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif dan responsif terhadap perubahan global menjadi tameng utama bagi perekonomian kita di masa depan.

Namun, jangan salah. Indonesia tidak hanya akan bertahan, Indonesia siap melawan! Dengan cadangan devisa yang kuat, kebijakan perdagangan yang lebih cerdas, dan pengendalian inflasi yang tepat, Indonesia memiliki potensi untuk terus tumbuh dan bahkan melesat menjadi kekuatan ekonomi utama di Asia Tenggara.

Apa langkah selanjutnya? Pemerintah dan Bank Indonesia harus terus bekerja sama, memastikan kebijakan yang responsif dan adaptif terhadap dinamika global, serta memanfaatkan setiap peluang untuk membawa ekonomi Indonesia ke level yang lebih tinggi.

Penulis : Dudi D. Akbar