
Dalam menghadapi dinamika perekonomian global dan domestik yang terus berubah, Bank Indonesia telah merilis perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah, yang menjadi sorotan dalam pemantauan kebijakan moneter dan keuangan. Data tersebut mencakup perkembangan nilai tukar, yield SBN (Surat Berharga Negara), pergerakan DXY (indeks dolar AS), yield UST (US Treasury) Note2, serta aliran modal asing (MIII).
Perkembangan nilai tukar mata uang merupakan salah satu indikator penting dalam mengevaluasi kesehatan ekonomi suatu negara. Pada periode 18-21 Maret 2024, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS mengalami sejumlah perubahan yang patut diperhatikan. Pada akhir hari Kamis, 21 Maret 2024, nilai tukar Rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.655 per dolar AS. Ini mencerminkan kondisi penutupan perdagangan yang berlaku pada hari itu. Meskipun angka ini menunjukkan level tertentu, perlu dicatat bahwa nilai tukar mata uang bisa fluktuatif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal.
Pentingnya memahami bahwa nilai tukar mata uang tidak selalu tetap dan dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Meskipun pada suatu waktu nilai tukar mata uang tertentu mungkin menunjukkan level tertentu, hal itu tidak menjamin bahwa nilai tersebut akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi nilai tukar mata uang adalah hal yang lumrah dalam pasar valuta asing dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhi fluktuasi nilai tukar antara lain kondisi ekonomi global, kebijakan moneter dari bank sentral negara lain, geopolitik global, dan faktor-faktor pasar yang tidak terduga. Di sisi lain, faktor-faktor internal yang memengaruhi nilai tukar meliputi kebijakan moneter dan fiskal pemerintah, kondisi ekonomi domestik, tingkat inflasi, dan sentimen pasar lokal.
Dengan menyadari bahwa nilai tukar mata uang bisa fluktuatif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor ini, para pelaku pasar dan otoritas ekonomi harus melakukan analisis yang cermat dan mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi pasar dan tujuan kebijakan ekonomi nasional. Perubahan nilai tukar yang signifikan dapat memiliki dampak yang luas pada perdagangan internasional, inflasi, investasi asing, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi para pemangku kepentingan ekonomi untuk memahami dinamika pasar valuta asing dan faktor-faktor yang memengaruhinya guna mengelola risiko dan memperkuat ketahanan ekonomi negara.
Selain itu, pergerakan yield SBN 10 tahun juga menjadi sorotan. Yield SBN merupakan tingkat imbal hasil dari Surat Berharga Negara Indonesia dengan jangka waktu 10 tahun. Pada periode tersebut, yield SBN turun ke 6,62%, menandakan pergerakan turun dari periode sebelumnya. Turunnya yield SBN bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan moneter Bank Indonesia, sentimen pasar, dan kondisi ekonomi global. Penurunan yield SBN biasanya diartikan sebagai indikasi minat investor yang meningkat terhadap obligasi pemerintah, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi arus modal dan nilai tukar mata uang.
Selanjutnya, kita juga perlu melihat pergerakan DXY atau Dollar Index. DXY mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lainnya. Pada periode tersebut, DXY menguat ke level 104,01. Penguatan DXY menunjukkan bahwa dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan moneter Federal Reserve AS, data ekonomi AS yang kuat, atau sentimen pasar terkait dengan keadaan ekonomi global. Penguatan dolar AS bisa memiliki dampak yang signifikan terhadap perdagangan internasional, inflasi, dan investasi asing di negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Selain itu, perhatian juga tertuju pada yield UST Note2 10 tahun atau imbal hasil dari US Treasury Note dengan jangka waktu 10 tahun. Pada periode tersebut, yield UST Note turun ke level 4,267%. Penurunan yield UST Note bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kebijakan moneter Federal Reserve AS, data ekonomi AS, atau ketidakpastian pasar global. Turunnya yield UST Note dapat mempengaruhi arus modal ke dan dari AS, serta menggerakkan pasar obligasi global. Hal ini juga bisa memengaruhi nilai tukar mata uang negara-negara lain, termasuk Rupiah.
Secara keseluruhan, perkembangan nilai tukar mata uang dan yield obligasi merupakan indikator penting dalam mengukur stabilitas ekonomi suatu negara. Perubahan dalam nilai tukar dan yield bisa mencerminkan sentimen pasar, kebijakan moneter, dan kondisi ekonomi global. Oleh karena itu, penting bagi pelaku pasar dan otoritas ekonomi untuk terus memantau dan menganalisis perkembangan ini guna mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara.
Namun, pada pagi hari Jumat, 22 Maret 2024, Rupiah dibuka pada level (bid) yang sedikit lebih tinggi, yaitu Rp15.710 per dolar AS. Meskipun demikian, pergerakan nilai tukar ini perlu terus dipantau untuk mengantisipasi potensi dampaknya terhadap perekonomian nasional. Selain nilai tukar, yield SBN 10 tahun juga menjadi indikator penting dalam menilai stabilitas keuangan. Pada periode tersebut, yield SBN 10 tahun mengalami penurunan ke level 6,62% pada akhir hari Kamis, 21 Maret 2024, dan stabil di 6,63% pada pagi hari Jumat, 22 Maret 2024.
Penurunan yield SBN menunjukkan adanya minat investor yang cukup tinggi terhadap instrumen keuangan negara, namun stabilitasnya perlu dijaga untuk mencegah volatilitas yang berlebihan. DXY, yang merupakan indeks nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lainnya, juga menjadi sorotan. Pada periode tersebut, DXY menguat ke level 104,01, menandakan kekuatan dolar AS dalam pasar valuta asing. Sementara itu, yield UST Note 10 tahun turun ke level 4,267%, menunjukkan penurunan suku bunga obligasi Amerika Serikat yang dapat memengaruhi aliran modal ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Aliran modal asing (MIII) juga menjadi perhatian utama dalam menjaga stabilitas ekonomi. Premi CDS Indonesia 5 tahun pada tanggal 21 Maret 2024 mengalami kenaikan menjadi 69,70 bps dibandingkan dengan periode sebelumnya, mencerminkan ketidakpastian di pasar keuangan. Data transaksi menunjukkan bahwa nonresiden di pasar keuangan domestik mencatat jual neto sebesar Rp6,68 triliun, dengan mayoritas jual neto terjadi di pasar SBN. Namun, terdapat beli neto yang signifikan di pasar saham dan SRBI, menandakan masih adanya minat investor asing terhadap sektor tertentu di Indonesia.
Selama tahun 2024, data setelmen menunjukkan bahwa nonresiden masih mencatatkan beli neto yang cukup tinggi di pasar saham dan SRBI. Meskipun demikian, jual neto yang terjadi di pasar SBN menunjukkan adanya kekhawatiran tertentu yang perlu diatasi untuk menjaga stabilitas pasar keuangan. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Strategi bauran kebijakan yang dioptimalkan bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sambil tetap memperhatikan tantangan dan risiko yang ada dalam dinamika perekonomian global dan domestik. Dengan pemantauan yang cermat dan tindakan yang tepat, diharapkan stabilitas ekonomi Indonesia dapat dipertahankan dan potensi pertumbuhan ekonomi dapat dioptimalkan dalam jangka panjang.
Sumber : bi.go.id
Penulis : Dudi D. Akbar
[1] DXY atau Indeks Dolar adalah indeks yang menunjukkan pergerakan dolar terhadap 6 mata uang negara utama lainnya (EUR, JPY, GBP, CAD, SEK, CHF).
[2] UST atau US Treasury Note merupakan surat utang negara yang dikeluarkan pemerintah AS dengan tenor 1-10 tahun.