Pemilihan umum di Indonesia selalu menjadi momen yang krusial, mencerminkan dinamika demokrasi dan keberlanjutan nilai-nilai yang diperjuangkan selama ini. Meski begitu, seiring dengan menjelang Pemilu 2024, muncul narasi kontroversial mengenai kemungkinan kembalinya semangat Orde Baru (Orba).

Pemilu 2024 menjadi sorotan tajam masyarakat Indonesia, terutama dengan munculnya isu-isu terkait potensi pengaruh Orde Baru pada proses demokrasi. Orba, masa pemerintahan Soeharto, diwarnai dengan kekuatan otoriter dan penindasan politik.

Narasi kembalinya Orde Baru muncul melalui asumsi bahwa ada antek-antek Orba yang berusaha menggiring dinamika politik menuju arah yang lebih otoriter dan konservatif. Mereka diduga menjadi penggerak di balik layar dalam mendukung calon tertentu.

Antek-antek Orba yang disebut-sebut dalam narasi ini diduga memiliki keterlibatan dalam kampanye politik dan strategi pemenangan calon tertentu. Mereka dianggap membawa kembali praktik politik yang otoriter dan cenderung menghambat partisipasi masyarakat.

Namun, sejumlah pihak juga menilai narasi kembalinya Orba sebagai spekulasi tanpa dasar yang kuat. Mereka mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia telah bertransformasi secara signifikan sejak era Reformasi, dan pergeseran ke arah otoritarianisme menjadi tantangan besar yang dihindari oleh sebagian besar pihak.

Sejak era Reformasi 1998, Indonesia telah melalui transformasi besar dalam membangun demokrasi. Perubahan sistem politik, kebebasan pers, dan partisipasi masyarakat menjadi dasar kuat untuk menolak kembalinya rezim otoriter.

Kebebasan media dan keterbukaan informasi menjadi faktor penting yang menjaga agar masyarakat dapat mengakses berbagai perspektif dan memahami dinamika politik dengan lebih baik. Ini memberikan peluang besar untuk mencegah manipulasi informasi yang mungkin dilakukan oleh antek-antek Orba.

Reaksi publik terhadap narasi kembalinya Orba sangat bervariasi. Sebagian masyarakat cenderung skeptis dan waspada terhadap potensi pengaruh Orde Baru, sementara yang lain mungkin lebih fokus pada agenda dan isu aktual yang diusung oleh calon masing-masing.

Kendati narasi ini menjadi bagian dari percakapan publik, tantangan terhadap demokrasi sebenarnya lebih kompleks. Faktor eksternal seperti polarisasi politik, ekonomi, dan isu-isu sosial juga ikut berkontribusi terhadap dinamika Pemilu 2024.

Dalam menghadapi berbagai narasi politik yang muncul, pendidikan politik menjadi penting. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang hak, kewajiban, dan mekanisme demokrasi dapat membantu menghasilkan pemilih yang lebih cerdas dan kritis.

Sementara narasi kembalinya Orba menciptakan ketegangan, harapan terletak pada kekuatan demokrasi Indonesia yang telah dibangun selama lebih dari dua dekade. Partisipasi aktif masyarakat, pemilihan yang adil, dan keberlanjutan nilai-nilai demokrasi menjadi kunci untuk menghadapi tantangan apapun yang mungkin muncul dalam Pemilu 2024. (Dudi D.Akbar)