Dudi Duta Akbar _Tenaga Ahli Komisi Kesejahteraan Masyarakat DPRD DKI Jakarta

Polusi udara menyebabkan kematian, kematian karena sakit, cacat, atau kematian dini di Jakarta. Hal ini sangat terkait dengan penyakit tidak menular (PTM), termasuk penyakit kardiovaskular kronis dan pernafasan serta kanker paru-paru. Dampak buruk bagi kesehatan manusia. beban besar pada sektor kesehatan dan perekonomian negara. Anak-anak mempunyai risiko khusus terkena polusi udara karena organ tubuhnya, hubungan antara polusi udara dengan kesehatan dan tumbuh kembang anak telah terbukti. Dampak polusi udara berkontribusi terhadap prevalensi stunting. Hasil studi literatur ini menemukan dan setidaknya memperkirakan bahwa polusi udara berpotensi menyebabkan kematian, peningkatan rawat inap akibat penyakit kardiorespirasi, dan peningkatan masalah kesehatan yaitu anak-anak yang semakin besar setiap tahunnya di Jakarta. Total beban ekonomi yang disebabkan oleh polusi udara diperkirakan mencapai USD 2943,42 juta (2,2% dari PDB) pada tahun 2019. Pelacakan memberikan bukti yang tepat yang diperlukan untuk memandu pembuat kebijakan kota dalam memprioritaskan tindakan udara bersih yang harus diambil untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Dampak jangka panjang dari polusi udara didefinisikan sebagai beban kesehatan yang disebabkan oleh paparan polusi udara setiap tahunnya. Hasil kesehatan yang ditangani mencakup dampak buruk pada anak-anak dan angka kematian total, termasuk enam kematian karena sebab apa pun. Dampak Jangka Pendek dari Polusi Udara Dampak jangka pendek didefinisikan sebagai beban kesehatan yang disebabkan oleh perubahan paparan polusi udara dalam jangka pendek (dalam hari) .

https://vt.tiktok.com/ZSNFrLaSk/

Dalam penelusuran ini diperkirakan total rawat inap harian akibat penyakit kardiovaskular dan pernapasan yang terkait dengan paparan polusi udara jangka pendek. Data rawat inap harian pada tahun 2018 diperoleh dari Badan Kesehatan dan Jaminan Sosial. Selanjutnya, kategorikan penyebab rawat inap ke dalam kelompok yang lebih besar, yaitu penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan. Paparan polusi udara setiap hari dikaitkan dengan lebih dari 5000 rawat inap dalam setahun. Paparan PM2.5 dapat mengakibatkan hampir 3.500 orang dirawat di rumah sakit; 87% dari penerimaan pasien terkait PM2.5 disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Di sisi lain, paparan O3 tingkat tinggi dapat menyebabkan lebih dari 1500 rawat inap pada orang berusia 65 tahun ke atas, dimana 83% diantaranya disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (Syuhada et al. 2023). Kerugian Ekonomi Dampak Polusi Udara Terhadap KesehatanTotal biaya per tahun akibat dampak kesehatan akibat pencemaran udara mencapai sekitar USD 2943,42 juta atau setara dengan 2,2% PDRB Provinsi DKI Jakarta.

Temuan menunjukkan bahwa kerugian ekonomi akibat kematian dan penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara PM2.5 dan O3 menyumbang sekitar 2,2% PDB Provinsi DKI Jakarta. Angka ini lebih rendah dibandingkan perkiraan nasional yang dihitung oleh Bank Dunia, yang memperkirakan kerugian ekonomi akibat kerusakan kesehatan terkait PM2.5 pada tahun 2019 sebesar USD 220 miliar (6,6% PDB Indonesia) yang menemukan kerugian ekonomi sebesar USD 96,4 miliar (atau 3,5%). perekonomian Indonesia) pada tahun 2015. Namun permasalahan yang lebih menonjol adalah dampak permanen dari beberapa dampak kesehatan. Studi tersebut menyoroti bahwa kota Jakarta Timur mengalami kerugian ekonomi tertinggi, yaitu USD 790,94 juta pada tahun 2019, sejalan dengan parahnya dampak kesehatan. Biaya kematian sekitar 11 Miliar Rupiah atau sekitar seperempat dari total biaya kematian di seluruh Provinsi DKI Jakarta. Kota Jakarta Timur juga memiliki biaya stunting dan rawat inap tertinggi sehingga memerlukan perhatian lebih. Bukti lokal mengenai beban polusi udara dan biaya moneter yang terkait di Jakarta masih terbatas (Syuhada dkk. 2023).

Polusi luar ruangan dan dalam ruangan Berikutnya adalah relatif sedikit penelitian yang berfokus pada hubungan antara polusi luar ruangan dan pertambahan tinggi badan pada anak-anak. Dalam temuan tersebut, untuk menilai dampak negatif asap yang menghasilkan partikel berat terhadap durasi pertumbuhan anak di bawah 2 tahun. Studi tersebut menemukan bahwa hanya pada usia tertentu, terutama 0–12 bulan, anak dapat mencapai median standar usia WHO untuk tinggi badan. Rata-rata panjang badan lahir anak di kedua wilayah penelitian adalah normal (>49 cm). Artinya, meski ibu sudah terkontaminasi partikel berat dari polusi luar ruangan dan tidak berdampak buruk bagi tumbuh kembang bayi. Namun, pada usia 12-24 bulan, dampak negatif polusi luar ruangan mungkin sudah mulai terlihat. Relevansi stunting dengan merokok Penelitian lain menunjukkan bahwa tingginya prevalensi anak-anak yang tinggal bersama orang tua perokok dan ayah perokok merupakan kelompok yang paling banyak terpapar rokok. diikuti oleh kerabat seperti kakak laki-laki atau tetangga.

Tingginya prevalensi merokok dapat berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi stunting. Hal ini dikarenakan rokok atau produk tembakau lainnya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pengeluaran rumah tangga di kalangan keluarga berpenghasilan rendah. Temuan tersebut menyimpulkan bahwa tingginya prevalensi anak-anak di daerah pedesaan dan keluarga miskin yang tinggal dengan orang tua perokok dan ayah perokok merupakan penyebab sebagian besar paparan terhadap rokok. rokok. Selain itu, sebagian besar anak hidup terpapar asap rokok dalam jangka waktu lama, lebih dari 3 jam per hari di rumah. Prediktor independen terjadinya stunting pada anak dibawah 5 tahun adalah ayah yang merokok, terpapar asap rokok lebih dari 3 jam sehari dan menggunakan rokok tradisional atau kretek. Kebijakan pengendalian tembakau yang signifikan harus dipromosikan dan diterapkan untuk mengurangi potensi dampak jangka panjang dari ibu atau ayah yang merokok terhadap generasi mendatang.

Kondisi perkotaan merupakan permasalahan besar yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs); dengan fokus khusus pada kesehatan dan kesejahteraan yang baik, kebutuhan untuk meningkatkan standar hidup yang layak, umur panjang dan sehat, serta pendidikan. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih agresif terhadap pengendalian polusi sangat dibutuhkan

Sumber : https://unimuda.e-journal.id/jurnalinteraction/article/view/4899/1693