“Pemimpin sejati bukan yang tak pernah salah mengambil keputusan, tapi yang berani mengambilnya di saat paling sulit.”


🌡️ Babak 1: Ketika Krisis Datang Tanpa Peringatan

Hari itu, pukul 07.30 pagi, Rumah Sakit “Sehat Sentosa” di Jakarta dipenuhi suara langkah cepat dan dering telepon darurat.
Jumlah pasien melonjak dua kali lipat akibat wabah penyakit menular yang tiba-tiba menyebar di wilayah tersebut.
Ruang ICU sudah hampir penuh, oksigen menipis, dan tenaga medis mulai kelelahan.

Di ruang rapat darurat, Direktur Rumah Sakit, dr. Rani, menatap layar data pasien yang terus bertambah.
Situasinya jelas: keputusan harus diambil sekarang juga.

Ada tiga opsi di meja rapat:
1️⃣ Menambah kapasitas dengan membangun tenda darurat di halaman,
2️⃣ Mengalihkan pasien ke rumah sakit mitra,
3️⃣ Membatasi penerimaan pasien baru.

Tak ada waktu panjang untuk berpikir. Tapi setiap keputusan membawa konsekuensi besar — baik bagi rumah sakit, tenaga medis, maupun para pasien.


🧭 Babak 2: Empat Gaya, Empat Cara Melihat Masalah

Dalam teori manajemen, Stephen Robbins dan David DeCenzo menjelaskan empat gaya pengambilan keputusan utama yang digunakan oleh para pemimpin.
Menariknya, keempat gaya ini semuanya bisa kita temukan dalam kisah dr. Rani di RS Sehat Sentosa.


1️⃣ Direktif – Cepat, Tegas, dan Berorientasi Hasil

Ketika dr. Rani memutuskan untuk segera membuka tenda darurat, tanpa menunggu rapat lanjutan, ia sedang menggunakan gaya direktif.

Gaya ini cocok untuk situasi krisis, di mana keputusan harus diambil secepat mungkin untuk menghindari kerugian besar.
Namun, pendekatan ini sering mengabaikan masukan dari tim — risiko yang perlu disadari oleh setiap pemimpin.

“Kita tidak punya waktu. Dirikan tenda darurat sekarang!”
– dr. Rani, dengan suara tegas di tengah kepanikan.


2️⃣ Analitis – Rasional dan Berbasis Data

Sementara itu, Kepala Logistik menunda keputusan pembelian tabung oksigen tambahan.
Ia ingin menunggu laporan terbaru dari bagian keuangan dan memverifikasi data kebutuhan aktual.

Itu adalah gaya analitis — hati-hati, logis, dan berbasis bukti.
Namun dalam krisis, gaya ini bisa menjadi pedang bermata dua: terlalu lama menganalisis bisa memperlambat aksi di lapangan.

“Kita harus tahu dulu berapa stok yang benar-benar tersisa sebelum memesan tambahan,” ujarnya.


3️⃣ Konseptual – Kreatif dan Visioner

Beberapa jam kemudian, dr. Rani mengusulkan ide tak biasa:
Membuat sistem rotasi pasien antar rumah sakit, serta layanan tele-consulting untuk pasien dengan gejala ringan.

Inilah gaya konseptual — berpikir luas dan jangka panjang.
Ia mencari solusi inovatif agar sistem kesehatan tetap tangguh bahkan setelah wabah mereda.
Kreatif, berani, tapi juga membutuhkan dukungan kuat untuk bisa diwujudkan.

“Kita perlu berpikir di luar dinding rumah sakit,” katanya. “Pasien tidak harus datang untuk bisa dirawat.”


4️⃣ Perilaku – Empatik dan Partisipatif

Sebelum keputusan akhir diambil, dr. Rani mengumpulkan kepala perawat dan dokter senior untuk mendengarkan pendapat mereka.
Ia ingin memastikan keputusan tidak hanya efektif, tapi juga manusiawi.

Gaya perilaku menekankan empati dan komunikasi.
Pemimpin yang menggunakan gaya ini memahami bahwa keputusan yang diterima dengan baik akan lebih mudah dijalankan.
Namun, pendekatan ini bisa memperlambat pengambilan keputusan jika terlalu banyak kompromi.

“Saya tahu kalian lelah. Tapi kita harus berdiri bersama-sama dalam keputusan ini,” ucap dr. Rani dengan tenang.


⚖️ Babak 3: Keputusan Kombinatif – Antara Cepat dan Tepat

Akhirnya, dr. Rani menggabungkan dua gaya:

  • Direktif, untuk membuka tenda darurat secepatnya;
  • Analitis, untuk memastikan penggunaan sumber daya tetap efisien dan aman.

Hasilnya?
Rumah sakit mampu menampung lebih banyak pasien, tingkat kematian menurun, dan kepercayaan publik meningkat.
Krisis teratasi — bukan karena satu gaya keputusan, tapi karena kemampuan beradaptasi.


💡 Pelajaran Manajerial dari Kasus Sehat Sentosa

Dari kisah dr. Rani dan timnya, kita belajar bahwa tidak ada gaya keputusan yang paling benar untuk semua situasi.
Pemimpin hebat adalah mereka yang tahu kapan harus cepat, kapan harus berhitung, kapan harus mendengar, dan kapan harus berinovasi.

Gaya KeputusanKelebihanKelemahanCocok Untuk Situasi
DirektifCepat, tegasKurang partisipatifKrisis & darurat
AnalitisAkurat, logisLambat di tekanan waktuKeputusan berisiko tinggi
KonseptualInovatif, visionerKurang konkretPerencanaan strategis
PerilakuEmpatik, membangun timBisa terlalu lambatManajemen SDM & pelayanan publik

💭 Pertanyaan Reflektif


Jelaskan alasan Anda.

Materi (4/5)