Di dunia yang luas dan penuh misteri, beberapa spesies dianggap hilang hanya karena jarang terlihat. Salah satunya adalah Barbados threadsnake (Tetracheilostoma carlae), ular terkecil di dunia yang hampir 20 tahun dinyatakan hilang dari catatan ilmiah. Pada awal 2025, para ilmuwan yang melakukan survei ekologi di Pulau Barbados menemukan kembali ular ini bersembunyi di bawah batu, menurut pernyataan kelompok konservasi Re:wild.

Ular kecil ini memiliki ukuran rata-rata sekitar 10 cm panjangnya—lebih kecil dari pensil biasa dan lebih tipis dari spaghetti. Tubuhnya sangat ramping, beradaptasi untuk hidup di antara batu, tanah, dan vegetasi tropis. Ukurannya yang mini menjadikannya spesies unik dalam dunia herpetologi dan menarik perhatian global karena kombinasi kelangkaan dan ukuran yang ekstrem.

Sejarah Penemuan dan Penelitian Awal

Barbados threadsnake pertama kali ditemukan pada tahun 2008 oleh ilmuwan herpetologi dan secara resmi diberi nama Tetracheilostoma carlae. Saat itu, penemuan ini mengejutkan komunitas ilmiah karena ular ini bukan hanya kecil, tetapi juga mewakili adaptasi evolusi ekstrem dalam keluarga ular Leptotyphlopidae. Spesies ini dikategorikan sebagai endemik di Pulau Barbados, artinya tidak ditemukan di tempat lain di dunia.

Setelah beberapa tahun penemuan awal, ular ini tidak muncul dalam survei lanjutan sehingga banyak ilmuwan berspekulasi bahwa spesies ini mungkin punah akibat kerusakan habitat, predasi oleh hewan invasif, atau perubahan lingkungan. Namun, penemuan baru-baru ini menunjukkan bahwa spesies ini masih bertahan, meski dalam jumlah kecil dan area terbatas.

Metode Penemuan Kembali

Tim survei ekologi melakukan pencarian di area tropis Barbados dengan teknik ekologi mikrohabitat: memeriksa bawah batu, daun kering, dan tanah lembab di hutan sekunder serta perkebunan yang tersisa. Keberhasilan menemukan Tetracheilostoma carlae menunjukkan bahwa spesies ini cenderung hidup tersembunyi dan memiliki perilaku malam yang membuatnya sulit diamati.

Pengamatan awal menunjukkan perilaku ular ini mirip dengan spesies threadsnake lain: lambat, merayap di tanah, dan memakan telur serangga atau larva kecil. Ukurannya yang mini membuat ular ini kurang terlihat, tetapi adaptasinya memungkinkan bertahan hidup di ekosistem yang berubah.

Penemuan kembali ular terkecil ini bukan tanpa tantangan. Pulau Barbados mengalami tekanan besar dari urbanisasi, pembangunan pariwisata, dan pengenalan spesies invasif seperti kucing dan tikus. Habitat alami threadsnake menyusut, dan populasi kecil ini sangat rentan terhadap gangguan.

Kelompok konservasi Re:wild menekankan pentingnya pengelolaan habitat dan pendidikan masyarakat lokal agar tidak terjadi panik atau perburuan spesies kecil ini. Salah satu dilema yang muncul adalah bagaimana menjaga spesies ini tetap aman tanpa mengganggu kehidupan penduduk setempat, terutama karena ukurannya yang sulit terlihat membuat pengawasan lapangan menantang.

Penemuan ini memiliki dampak ilmiah dan konservasi yang besar:

  1. Bukti Ketahanan Spesies: Menunjukkan bahwa spesies kecil dan tersembunyi bisa bertahan meski mengalami tekanan lingkungan ekstrem.
  2. Konservasi Habitat Mikro: Menekankan pentingnya menjaga batu, tanah, dan vegetasi kecil sebagai habitat bagi spesies endemik.
  3. Peningkatan Pengetahuan Ilmiah: Memberikan peluang penelitian lebih lanjut tentang evolusi, perilaku, dan ekologi threadsnake, yang sebelumnya terbatas.

Sabhrina Gita Aninta, peneliti genetika hewan di University of Copenhagen, menekankan bahwa penemuan semacam ini dapat menjadi model untuk upaya konservasi global: mempelajari spesies yang sulit terlihat untuk menjaga keanekaragaman hayati tropis.

Potensi Penelitian Mendatang

Para ilmuwan berharap penemuan kembali ini membuka peluang penelitian lebih luas:

  • Genetika dan Evolusi: Memahami bagaimana spesies ini bertahan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sempit dan tekanan ekologis.
  • Perilaku dan Ekologi Mikro: Meneliti pola makan, reproduksi, dan interaksi dengan invertebrata lokal.
  • Konservasi Global: Menjadi model konservasi untuk spesies endemik miniatur lain yang tersembunyi di berbagai ekosistem tropis.

Penemuan kembali Tetracheilostoma carlae setelah hampir dua dekade menghilang menunjukkan bahwa alam masih menyimpan misteri yang menunggu diungkap. Spesies ini tidak hanya menarik karena ukurannya yang mini, tetapi juga karena kemampuannya bertahan hidup di tengah tekanan lingkungan.

Temuan ini menggarisbawahi pentingnya konservasi habitat mikro, penelitian genetik, dan pengelolaan spesies endemik di pulau tropis. Dengan pendekatan ilmiah yang tepat, manusia dapat melindungi keanekaragaman hayati sambil belajar dari adaptasi evolusi yang menakjubkan dari spesies kecil ini.


Sumber:
National Geographic Indonesia: Dikira Punah, Ular Terkecil di Dunia Kembali Ditemukan di Barbados