Jakarta, WARNAMEDIAONLINE – Menguak Potensi Besar Energi Baru Terbarukan Indonesia. Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 3.687 GW, tetapi yang baru dimanfaatkan hanya 63 GW, atau sekitar 1,7% dari total potensinya. Pertanyaannya, mengapa sumber energi bersih ini belum bisa menjadi pilar utama dalam bauran energi nasional? Apakah ada kendala teknis, kebijakan, atau kepentingan lain yang menghambat percepatan transisi energi?

Jejak Sumber Daya EBT Indonesia: Peluang yang Belum Dimaksimalkan

  • Energi Surya (3.294 GW): Sinar matahari melimpah sepanjang tahun, tetapi infrastruktur dan penyimpanan energi masih menjadi tantangan besar.
  • Energi Angin (155 GW): Kecepatan angin di pesisir dan dataran tinggi ideal, namun minimnya investasi memperlambat pembangunan PLTB.
  • Energi Hidro (95 GW): Sungai besar dapat menopang PLTA, tetapi proyek bendungan kerap menuai polemik lingkungan.
  • Panas Bumi (23 GW): Indonesia punya cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia, namun eksplorasi masih terhambat biaya tinggi dan risiko geologis.
  • Energi Laut (60 GW): Berpotensi besar, tetapi pengembangannya masih terbatas pada uji coba.
  • Bioenergi (57 GW): Bisa mendukung ketahanan energi nasional, tetapi masih kalah saing dengan energi fosil.

Siapa yang Menghambat Transisi Energi?

  1. PLTS dan PLTB: Mengapa Masih Terbatas?
    • PLTS atap dan terapung mulai berkembang, tetapi regulasi yang berubah-ubah membuat investor ragu.
    • PLTB onshore dan offshore belum menjadi prioritas utama dalam kebijakan energi nasional.
  2. Eksplorasi Energi Laut: Ambisi atau Ilusi?
    • Wilayah Indonesia Timur digadang-gadang sebagai pusat energi laut, tetapi hingga kini hanya sebatas rencana.
  3. Bioenergi dan Transportasi Hijau: Benarkah Menguntungkan?
    • Program biodiesel berjalan, tetapi keberlanjutannya masih dipertanyakan karena keterbatasan bahan baku dan efisiensi.

Menguak Kendala: Kebijakan, Infrastruktur, dan Kepentingan Industri

Dampak Positif yang Tertunda:

  • Jika transisi EBT berjalan lancar, Indonesia bisa menekan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
  • Investasi asing dan lapangan kerja di sektor energi hijau bisa meningkat pesat.

Tantangan yang Tak Kunjung Teratasi:

  • Infrastruktur dan teknologi masih tertinggal.
  • Regulasi sering berubah, membuat investor ragu.
  • Dominasi energi fosil masih kuat dalam kebijakan energi nasional.

Harapan vs. Realitas

Dengan potensi besar tetapi realisasi yang masih jauh tertinggal, pertanyaan yang harus dijawab adalah: Siapa yang paling diuntungkan jika transisi energi hijau berjalan lambat?

Indonesia bisa menjadi pemimpin energi hijau di Asia Tenggara, tetapi apakah keberpihakan pada energi fosil masih lebih kuat dibanding kepentingan jangka panjang?