
Dunia modern berbicara tentang kesetaraan gender sebagai landasan utama dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Namun, di dunia kerja, apakah kesetaraan gender benar-benar telah tercapai? Apakah perempuan telah diberi akses yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dan bersaing secara setara di pasar kerja? Di Indonesia, meskipun berbagai kebijakan telah diimplementasikan, jurang ketidaksetaraan masih terlihat jelas di setiap sudut tempat kerja. Seakan-akan, kesetaraan gender hanya menjadi mimpi utopis yang sulit untuk diwujudkan sepenuhnya.
Indonesia, dengan populasi perempuan yang hampir setara dengan laki-laki, seharusnya menjadi contoh bagaimana kesetaraan gender bisa membawa kesejahteraan ekonomi yang lebih luas. Namun, kenyataannya, kesenjangan upah, akses terbatas ke pekerjaan yang layak, dan peran gender yang kaku masih menjadi hambatan utama. Apakah kita benar-benar menuju ke arah yang benar dalam mencapai kesetaraan gender di dunia kerja?

Perjuangan yang Belum Usai: Kesenjangan Upah yang Mencolok
Salah satu indikator terbesar ketidaksetaraan gender di dunia kerja adalah kesenjangan upah yang mencolok antara perempuan dan laki-laki. Data menunjukkan bahwa meskipun perempuan bekerja di posisi yang sama dengan laki-laki, mereka sering kali mendapatkan upah yang lebih rendah. Sebuah studi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2020, perempuan di Indonesia secara rata-rata menerima upah sekitar 23% lebih rendah daripada laki-laki untuk pekerjaan yang sebanding. Kesenjangan ini lebih terlihat di sektor-sektor yang didominasi oleh pekerjaan non-manajerial.
Ini bukan hanya sekadar angka di atas kertas. Setiap rupiah yang tidak dibayarkan kepada perempuan adalah bentuk nyata dari ketidakadilan sistemik yang masih menghantui dunia kerja di Indonesia. Perempuan sering kali dianggap sebagai pekerja “sekunder,” sementara laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama. Stereotip ini mengakar kuat dan berkontribusi pada ketidaksetaraan upah yang terus-menerus. Di banyak perusahaan, perempuan di posisi yang sama masih dibayar lebih rendah daripada rekan laki-laki mereka hanya karena peran gender tradisional yang terus direproduksi.
Akses Terbatas ke Pekerjaan yang Layak
Meskipun ada kemajuan dalam partisipasi perempuan di angkatan kerja, akses perempuan ke pekerjaan yang layak dan strategis masih terbatas. Di sektor-sektor yang dianggap “berprestise” seperti teknologi, manajemen senior, dan pengambilan keputusan strategis, perempuan sering kali diabaikan. Glass ceiling, atau batas tak terlihat yang menghambat perempuan untuk naik ke posisi kepemimpinan, masih nyata di banyak organisasi. Perempuan yang berhasil menembus batas ini sering kali harus menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan laki-laki, seperti menghadapi stereotip, bias gender, dan beban ganda antara karier dan tanggung jawab rumah tangga.
Tidak hanya itu, perempuan di daerah-daerah terpencil atau yang berasal dari kelompok masyarakat marginal sering kali menghadapi hambatan akses yang lebih besar untuk masuk ke sektor formal. Pendidikan yang tidak memadai, kurangnya pelatihan keterampilan, serta diskriminasi gender di tempat kerja membuat mereka sulit berkompetisi di pasar kerja yang semakin ketat.
Langkah Menuju Kemajuan: Pendidikan dan Pelatihan untuk Perempuan
Untuk benar-benar menuju kesetaraan gender di dunia kerja, akses pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi perempuan harus diprioritaskan. Pendidikan adalah fondasi utama untuk menciptakan kesetaraan, dan pelatihan keterampilan yang relevan dengan pasar kerja modern menjadi kunci untuk membuka peluang bagi perempuan untuk bersaing secara setara dengan laki-laki.
Perempuan harus diberikan akses yang lebih besar ke bidang-bidang yang mendominasi masa depan ekonomi global, seperti STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika). Meskipun partisipasi perempuan di bidang ini mulai meningkat, angka partisipasi masih jauh di bawah laki-laki. Di sinilah pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menciptakan program-program pelatihan yang inklusif, yang tidak hanya memberikan pendidikan tetapi juga dukungan untuk mempersiapkan perempuan menghadapi tantangan di dunia kerja.
Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan telah menyadari pentingnya investasi dalam pendidikan perempuan untuk menciptakan kesetaraan yang lebih besar di dunia kerja. Melalui kebijakan yang mendukung perempuan untuk memasuki dunia STEM dan sektor strategis lainnya, mereka telah berhasil meningkatkan partisipasi perempuan dalam ekonomi secara signifikan. Indonesia bisa belajar dari negara-negara ini dan mengambil langkah yang lebih proaktif.

Menghapus Stereotip Gender: Perjuangan yang Masih Jauh
Namun, tantangan terbesar yang dihadapi perempuan di dunia kerja tidak hanya berasal dari struktur upah dan akses ke pekerjaan, tetapi juga dari stereotip gender yang mengakar kuat. Perempuan masih sering dianggap kurang mampu dalam posisi kepemimpinan atau sektor-sektor yang dianggap “maskulin.” Stereotip ini menjadi penghalang besar bagi perempuan untuk berkembang dalam karier mereka.
Perubahan ini tidak hanya memerlukan reformasi kebijakan, tetapi juga perubahan budaya yang mendalam. Perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, di mana perempuan dapat bersaing tanpa harus menghadapi bias gender. Pendidikan tentang kesetaraan gender harus dimulai sejak usia dini, tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah dan di masyarakat.
Kebijakan Pro-Perempuan: Langkah Menuju Masa Depan yang Lebih Adil
Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk memastikan bahwa perempuan mendapatkan akses yang setara ke dunia kerja? Pertama, kebijakan pro-perempuan harus diimplementasikan secara tegas. Pemerintah harus memperkenalkan undang-undang yang lebih kuat yang menghapus kesenjangan upah dan memberikan sanksi kepada perusahaan yang terbukti mendiskriminasi perempuan di tempat kerja.
Selain itu, kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja dan keluarga sangat penting. Cuti melahirkan yang lebih panjang, ruang laktasi di tempat kerja, dan jam kerja fleksibel adalah beberapa langkah yang harus diambil untuk menciptakan lingkungan kerja yang ramah perempuan. Pemerintah juga harus mendorong sektor swasta untuk lebih aktif dalam menciptakan program-program pengembangan karier bagi perempuan, terutama dalam sektor-sektor yang kurang terwakili.
Jalan Panjang Menuju Kesetaraan
Kesetaraan gender di dunia kerja bukanlah mimpi yang tidak mungkin. Namun, untuk mencapainya, diperlukan perubahan yang mendalam dalam struktur ekonomi, budaya, dan kebijakan di Indonesia. Kesenjangan upah, akses yang terbatas ke pekerjaan yang layak, dan stereotip gender harus dihancurkan untuk menciptakan dunia kerja yang benar-benar inklusif dan setara.
Negara, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem kerja yang pro-perempuan, di mana perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkembang, dan memimpin. Jika langkah-langkah ini diambil, Indonesia tidak hanya akan menuju kesetaraan gender, tetapi juga akan menjadi contoh global tentang bagaimana memberdayakan perempuan dalam ekonomi dapat membawa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.